Selasa, 21 Juni 2011

syhadat

Sesungguhnya, Nabi Muhammad SAW diutus Allah dengan misi menyampaikan kalimat Tauhid, yaitu agar manusia menyembah Allah semata dan tidak menyembah sembahan lainnya selain Allah.
Seorang Muslim wajib beriman atau mempercayai bahwa Tuhan itu ada. Sebagaimana TV, Mobil, Kulkas, dan lain-lain yang tidak mungkin terjadi dengan sendirinya tanpa ada pembuatnya, begitu pula langit, bumi, bintang, matahari, manusia, dan lain-lain. Tentu ada yang membuatnya, yaitu Allah!
“Kawannya (yang mu’min) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?” [Al Kahfi:37]
“Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mu’min.” [Al ‘Ankabuut:44]
Setelah mempercayai keberadaan Tuhan, ummat Islam wajib beriman bahwa Tuhan itu satu.
Sesungguhnya, Nabi Muhammad SAW diutus Allah dengan misi menyampaikan kalimat Tauhid, yaitu agar manusia menyembah Allah semata dan tidak menyembah sembahan lainnya selain Allah:
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”.
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.” [Al Kahfi:110]
Nabi-nabi sebelumnya, seperti Nabi Ibrahim juga mengajarkan tauhid kepada ummatnya, yaitu agar hanya menyembah satu Tuhan, yaitu: Allah, dan tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain:
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),” [An Nahl:120]
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” [An Nahl:123]
Luqman yang saleh pun dalam Al Qur’an diceritakan menasehati agar anaknya tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.” [Luqman:13]
Seharusnya setiap orang tua mencontoh Luqman untuk menanamkan ajaran Tauhid kepada setiap anaknya.
Dalam Islam, mengesakan Allah adalah rukun yang pertama. Jika seorang masuk Islam, dia harus menyatakan bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya:
“Hadis Ibnu Umar r.a: Nabi s.a.w telah bersabda: Islam ditegakkan di atas lima perkara yaitu mengesakan Allah, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadan dan mengerjakan Haji “ [HR Bukhori-Muslim]
Sesungguhnya Allah adalah Tuhan yang Maha Pencipta:
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” [Al An’aam:79]
“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” [Al An’aam:1]
Jika ada orang yang menyembah Tuhan selain Allah, misalnya berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sia-sia, karena berhala itu bukanlah Tuhan yang Maha Pencipta. Justru berhala itulah yang dibuat oleh manusia:
“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang.” [Al A’raaf:191]
“Katakanlah: “Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa`at?” Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah:76]
Menyembah Yesus atau Isa sebagai Tuhan adalah dosa yang amat besar. Tuhan adalah Pencipta alam semesta, sedang Yesus atau Isa bukanlah pencipta alam semesta. Yesus atau Isa adalah seorang manusia yang dilahirkan dari rahim ibunya, Siti Maryam:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” [Al Maa-idah:72]
Sesungguhnya, kafirlah orang yang mengatakan bahwa Tuhan itu bisa beranak dan dilahirkan layaknya manusia, sehingga ada lebih dari 1 Tuhan seperti Tuhan Bapa dan Tuhan Anak. Bagaimana Allah bisa punya anak, padahal dia tidak punya istri? Adakah (na’udzubillah min dzalik!) mereka mengira bahwa Tuhan berzina dengan Maryam sehingga punya anak di luar nikah? Allah SWT membantah kebohongan itu:
“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.” [Al An’aam:101]
Dalam surat Al Ikhlas ditegaskan:
“Katakanlah: Allah itu Satu
Allah tempat meminta
Dia tidak beranak dan tidak diperanakan
Dan tak ada satu pun yang setara dengannya” [Al Ikhlas 1-4]
Sesungguhnya syirik atau mempersekutukan Tuhan adalah dosa yang amat besar:
“Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” [Al Hajj:31]
“Katakanlah: “Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)”.” [Ar Ruum:42]
Jelas sekali bukan ayat Al Qur’an di atas bagi orang-orang yang berpikir atau berakal bahwa syirik itu adalah perbuatan sesat dan dosa.
Sesungguhnya syirik atau mempersekutukan Tuhan itu adalah dosa yang tidak
terampuni. Ini adalah perkataan Allah SWT sendiri yang tertulis di dalam kitab suci Al Qur’an:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An Nisaa’:48]
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [An Nisaa’:116]
Jika seseorang melakukan kemusyrikan, maka sia-sialah amalnya meski mereka banyak berbuat hal-hal yang dianggap oleh manusia “baik”:
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [Al An’aam:88]
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [Az Zumar:65]
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.” [At Taubah:17]
Sesungguhnya, Tauhid (Mengakui Tuhan itu ada dan satu, yaitu Allah SWT), adalah hal paling penting dan pertama-tama yang harus dipelajari oleh seorang Muslim. Nabi Muhammad SAW selama 13 tahun masa-masa pertama kenabiannya, gigih menyampaikan ajaran Tauhid kepada orang-orang kafir Quraisy, begitu pula setelahnya.
Saya melihat banyak orang yang terlalu fokus pada masalah fikih, tasauf, dan lain-lain, tapi kurang mengkaji masalah Tauhid. Padahal Tauhid ini adalah dasar dari agama Islam. Akibatnya, aqidah ummat Islam jadi lemah. Betapa banyak orang yang sholat, tapi tetap korupsi, betapa banyak orang yang haji tapi tetap berzinah, dan bahkan ada muslimah yang berjilbab, akhirnya nikah dengan orang kafir dan menjadi kafir pula. Banyak orang yang murtad karena kurang beres Tauhid-nya. Itulah jika kita terlalu sibuk pada hal sekunder, sehingga lupa pada hal yang primer: Tauhid!

Memang pokok utama islam adalah “tauhid”. Seharusnyalah kita mendahulukan tauhid (mengutamakannya) tanpa meninggalkan ssyari’at. Tauhid yang benar sesyogyanya ditanamkan sejak dini kepada anak anak. Tetapi jangan berkutat pada tauhid sehingga meninggalkan syari’at. Tauhid dan syariat keduanya harus berjalan beriringan sehingga saling melengkapi.
Tauhid adalah : Meng-esa-kan Allah semata dalam beribadah. Seluruh rosul membawa ajaran tauhid karena tauhid adalah pokok yang dibangun diatas semua ajaran agama Alloh. Maka jika pokok ini tidak ada, amal perbuatan menjadi tidak bermanfaat dan gugur, karena tidak sah sebuah amalan atau ibadah tanpa tauhid.
Syariat adalah : undang undang yang mengatur amalan amalan atau cara melakukan ibadah agar sesuai dengan yang di kehendaki oleh Alloh. Hal ini termuat dalam fiqih.
10 hal yang membatal keislaman kita.
1. Mempersekutukan Allah (syirik) dalam beribadah. (Q.S. An-nisa 116, Q.S Al-Maidah 72).
2. Menjadikan sesuatu perantara antara dirinya dengan Alloh, meminta doa dan syafaat serta berserah diri (bertawakkal) kepada perantara tersebut.
3. Tidak mengkafirkan orang orang yang musyrik, atau ragu atas kekafiran mereka bahkan membenarkan faham mereka.
4. Berkeyakinan, bahwa tuntunan selain tuntunan Nabi Muhammad s.a.w. lebih sempurna, atau berkeyakinan bahwa hukum selain dari beliau adalah baik, seperti; mereka yang mengutamakan aturan aturan kaum Thaghut ( aturan manusia yang melampaui batas yang menyimpang dari hukum Allah) dan mengesampingkan hukum rasululloh.
5. Membenci sesuatu yang ditetapkan Rosululloh meskipun ia melakukannya. (Q.S. Muhammad 9).
6. Memperolok olok sesuatu ajaran dari rosululloh saw. ataupun memperolok olok pahala maupun siksaan yang telah menjadi ketetapan agama. (Q.S. At taubah 65-66).
7. Membantu dan menolong orang orang musyrik memerangi kaum muslimin. (Q.S. Al Maidah 51)
8. Sihir, diantaranya adalah ilmu guna guna yang merobah kecintaan suami terhadap istrinya menjadi kebencian, atau yang menjadikan seseorang mencintai orang lain dengan jalan syetani.
9. berkeyakinan bahwa sebagian manusia diperbolehkan tidak mengikuti syariat Nabi Muhammad s.a.w. (Q.S. Ali Imran 85).
10. Berpaling dari agama Allah, dengan tanpa mempelajari dan melaksanakan ajarannya. (Q.S. As sajaddah 22)
Makna La ilaha illallah
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 45
Makna syahadat la ilaha illallah adalah meyakini bahwa tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah kecuali Allah, konsisten dengan pengakuan itu dan mengamalkannya. La ilaha menolak keberhakan untuk diibadahi pada diri selain Allah, siapapun orangnya. Sedangkan illallah merupakan penetapan bahwa yang berhak diibadahi hanyalah Allah. Sehingga makna kalimat ini adalah la ma’buda haqqun illallah atau tidak ada sesembahan yang benar selain Allah. Sehingga keliru apabila la ilaha illallah diartikan tidak ada sesembahan/tuhan selain Allah, karena ada yang kurang. Harus disertakan kata ‘yang benar’ Karena pada kenyataannya sesembahan selain Allah itu banyak. Dan kalau pemaknaan ‘tidak ada sesembahan selain Allah’ itu dibenarkan maka itu artinya semua peribadahan orang kepada apapun disebut beribadah kepada Allah, dan tentu saja ini adalah kebatilan yang sangat jelas.
Kalimat syahadat ini telah mengalami penyimpangan penafsiran di antaranya adalah :
  • Pemaknaan la ilaha illalah dengan ‘la ma’buda illallah’ tidak ada sesembahan selain Allah, hal ini jelas salahnya karena yang disembah oleh orang tidak hanya Allah namun beraneka ragam
  • Pemaknaan la ilaha illallah dengan ‘la khaliqa illallah’ tidak ada pencipta selain Allah. Makna ini hanya bagian kecil dari kandungan la ilaha illallah dan bukan maksud utamanya. Sebab makna ini hanya menetapkan tauhid rububiyah dan itu belumlah cukup.
  • Pemaknaan la ilaha illallah dengan ‘la hakimiyata illallah’ tidak ada hukum kecuali hukum Allah, maka inipun hanya sebagian kecil maknanya bukan tujuan utama dan tidak mencukupi.
Sehingga penafsiran-penafsiran di atas adalah keliru. Hal ini perlu diingatkan karena kekeliruan semacam ini telah tersebar melalui sebagian buku yang beredar di antara kaum muslimin. Sehingga penafsiran yang benar adalah sebagaimana yang sudah dijelaskan yaitu : ‘la ma’buda haqqun illallah’ tidak ada sesembahan yang benar selain Allah
Makna Muhammad Rasulullah
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 46
Sedangkan makna syahadat anna Muhammadar rasulullah adalah mengakui secara lahir dan batin bahwa beliau adalah hamba dan utusan-Nya yang ditujukan kepada segenap umat manusia dan harus disertai sikap tunduk melaksanakan syari’at beliau yaitu dengan membenarkan sabdanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan tuntunannya.
Rukun dan Syarat Syahadat
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 46-48
La ilaha illallah terdiri dari dua rukun : nafi/penolakan, yaitu yang terkandung di dalam la ilaha dan itsbat/penetapan, yaitu yang terkandung dalam illallah. Maka dengan la ilaha dihapuslah segala bentuk kesyirikan dan mengharuskan mengingkari segala sesembahan selain Allah. Sedangkan dengan illallah maka ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah dan harus tunduk melaksanakannya. Ayat-ayat yang mengungkapkan dua rukun ini banyak, di antaranya adalah firman Allah tentang ucapan Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari semua sesembahan kalian, selain (Allah) yang telah menciptakan diriku.” (QS. az-Zukhruf : 26).
Sedangkan rukun syahadat anna Muhammad rasulullah ada dua yaitu ; pernyataan bahwa beliau adalah hamba Allah dan sebagai rasul-Nya. Beliau adalah hamba, maka tidak boleh diibadahi dan diperlakukan secara berlebihan. Dan beliau adalah rasul maka tidak boleh didustakan ataupun diremehkan. Beliau membawa berita gembira dan peringatan bagi seluruh umat manusia.
Syarat-syarat la ilaha illallah adalah :
  • Mengetahui maknanya, lawan dari bodoh
  • Meyakininya, lawan dari ragu-ragu
  • Menerimanya, lawan dari menolak
  • Tunduk kepadanya, lawan dari membangkang
  • Ikhlas dalam beribadah, lawan dari syirik
  • Jujur dalam mengucapkannya, lawan dari dusta
  • Mencintai isinya dan tidak membencinya
Syarat-syarat anna Muhammadar rasulullah adalah :
  • Mengakui risalahnya secara lahir dan batin
  • Mengucapkan dan mengakuinya dengan lisan
  • Mengikutinya, yaitu dengan mengamalkan kebenaran yang beliau bawa dan meninggalkan kebatilan yang beliau larang
  • Membenarkan beritanya, baik yang terkait dengan perkara gaib di masa silam atau masa depan
  • Mencintai beliau lebih dalam daripada kecintaan terhadap diri sendiri, harta, anak, orang tua dan seluruh umat manusia
  • Menjunjung tinggi sabdanya di atas semua ucapan manusia dan mengamalkan sunah/tuntunannya
Konsekuensi Syahadatain
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 50 dengan sedikit perubahan dan penambahan
Konsekuensi syahadat la ilaha illallah adalah meninggalkan segala bentuk peribadahan dan ketergantungan hati kepada selain Allah. Selain itu ia juga melahirkan sikap mencintai orang yang bertauhid dan membenci orang yang berbuat syirik. Sedangkan konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah menaati Nabi, membenarkan sabdanya, meninggalkan larangannya, beramal dengan sunnahnya dan meninggalkan bid’ah, serta mendahulukan ucapannya di atas ucapan siapapun. Selain itu, ia juga melahirkan sikap mencintai orang-orang yang taat dan setia dengan sunnahnya dan membenci orang-orang yang durhaka dan menciptakan perkara-perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada tuntunannya.

Syahadat Ulang

Syahadat Ulang
Mewajibkan Seorang Muslim Untuk Syahadat Ulang
Ada fenomena yang terjadi di sebagian kalangan muslimin yang agak menyimpang dalam perkara aqidah, dimana mereka mengatakan bahwa orang yang belum bersyahadat di depan imamnya dianggap masih kafir. Masalah ini terkadang menghantui umat Islam karena kelompok ini seringkali mengutip ayat Al-Quran atau hadits nabawi secara salah untuk mendukung pendapat mereka.
Dengan doktrin yang mengharuskan seorang muslim untuk melakukan syahadat ulang, secara tidak langsung, kelompok itu menganggap semua orang selama ini bukan muslim alis kafir. Karena itu kelompok seperti ini harus diwaspadai karena telah menghukumi orang Islam sebagai non muslim. Ini adalah perkara berat yang bila tuduhan kafir itu tidak benar, maka tuduhannya akan berbalik kepada yang menuduhnya.
Pemahaman ini jelas menyalahi ajaran Islam yang sebenarnya. Karena pada dasarnya ke-Islaman seseorang itu tidak ditentukan dengan ikut tidaknya seseorang pada kelompok terntentu. Karena siapakah yang memberi otoritas pada kelompok itu untuk menentukan Islam tidaknya seseorang ? Wahyu yang mana yang menjelaskan hal itu ?
Paham ini sebenarnya sangat dipengaruhi oleh gerakan takfir (pengkafiran) yang sering memvonis orang-orang Islam menjadi kafir, hanya karena alasan perbedaan paham baik secara fiqih, politik maupun perbedaan yang tidak asasi sekalipun. Umumnya mereka memang tidak melandaskan pemikirannya itu pada sumber Islam yang baku, namun leibh sekedar taqlid dan ikut-ikutan tokoh mereka sendiri.
Namun bila yang diharuskan sekedar memperbaharui keimanan, bukan ikrar masuk islam, boleh saja. Karena Rasulullah SAW sering menganjurkan para shahabat untuk memperbaharui keimanan. Memperbaharui nilai atau kualitas keimanan jauh berbeda dengan ikrar masuk Islam dengan membaca syahadat ulang. Karena ikrar membaca syahadat ulang itu konsekuensinya adalah mencap orang di luar jamaah tersebut sebagai kafir atau non muslim.
Ini jelas dilarang dalam Islam, karena konsekuensi dari mencap orang lain sebagai kafir adalah berarti orang itu tidak berhak mendapat warisan dari orang tuanya yang muslim, dan bila mempunyai istri, maka otomatis menjadi haram, dan banyak lagi konsekuensi menjatuhkan seseorang ke dalam status kafir.
Setiap Orang Lahir Dalam Keadaan Muslim
Setiap orang pastilah lahir dalam keadaan muslim. Bahkan jauh sebelum nyawanya ditiupkan ke dalam jasad, dia sudah bersyahadat di hadapan Allah SWT. Silahkan Anda baca terjemahan ayat berikut ini dan ketahuilah bahwa semua calon bayi itu sudah muslim dari ‘sono’nya.
Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi”. agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini “,(QS. Al-A’raf : 172).
Selain itu, Rasulullah SAW juga telah bersabda bahwa setiap manusia itu lahir dalam keadaan fitrah. Dan makna fitrah itu adalah suci, lawan dari kufur dan ingkar kepada Allah SWT. Barulah nanti kedua orang tuanya yang akan mewarnai anak itu dan menjadikannya beragama selain Islam. Misalnya menjadi nasrani, yahudi atau majusi.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,�Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fiotrah, kecuali orang tuanya yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. (HR. Bukhari 1296)
Maka anak-anak yang beragama non Islam itu pada dasarnya adalah anak korban pemurtadan dari orang tuanya. Sebab pada dasarnya anak itu muslim sejak dari perut ibunya. Dan lahir dalam keadaan fitrah yang berarti muslim. Sedangkan bila orang tuanya muslim, maka tidak ada proses pengkafiran. Dan karena itu tidak ada kewajiban untuk masuk Islam dengan berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat.
Jadi pada dasarnya tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk diislamkan lagi dalam arti membaca syahadat ulang untuk menjadi seorang muslim. Yang harus diislamkan hanyalah mereka yang selama ini memeluk agama selain Islam. Bila dia ingin masuk Islam, maka dia perlu mengikrarkan dua kalimat syahadat. Tapi berbeda dengan baptis dan pentahbisan pada agama lain, syahadatain di dalam Islam itu sangat sederhana. Tidak perlu harus di depan imam atau tokoh agamawan tertentu. Seseorang bisa kapan saja dan dimana saja berikrar masuk Islam. Dan cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Rasulullah SAW bersabda bahwa semua orang yang lahir itu dalam keadaan fithrah (suci). Makna fithrah disini tidak lain adalah Islam. Tinggal bagaimana orang tuanya mendidik dan mengajarkannya. Apakah akan dijadikan nasrani, yahudi atau majusi.
Sehingga bila ada anak seorang muslim beranjak dewasa dan mulai aqil baligh, pada dasarnya dia sudah muslim dan tidak perlu bersaksi dan mengucapkan syahadat. Sedangkan mereka yang kafir lalu masuk Islam, barulah disyaratkan untuk berikrar atas ke-Islamannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Dalam aqidah Islam, tidak dikenal perintah yang mewajibkan seseorang untuk melakukan syahadat ulang selama dia tidak pernah murtad atau keluar dari Islam. Kalau pun diucapkan, maka sifatnya adalah zikir yang bersifat sunnah atau bagian dari bacaan shalat. Sama sekali bukan ikrar tentang masuk ke agama Islam. Karena dia adalah seorang muslim.
Syahadat Tidak Harus Di Depan Imam
Mengucapkan syahadat tidak harus di depan tokoh tertentu. Jangankah untuk orang yang statusnya sudah muslim, sedangkan bila ada orang non muslim yang dibukakan hatinya untuk memeluk agama Islam, maka dia tidak diharuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat di depan orang tertentu. Sebab Allah adalah tuhan Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Dengan kata lain, untuk menjadi seorang muslim, tidak perlu minta izin atau minta pengakuan dari tokoh tertentu.
Memang benar bahwa di dalam syahadat terkandung makna ikrar atas syahadat yang diucapkannya. Dan hakikat ikrar adalah mengumumkan kepada khalayak bahwa dirinya kini telah berganti agama dari non muslim menjadi muslim. Namun sebenarnya fungsi ikrar ini berfungsi untuk merubah pandangan umum sehingga mereka bisa memperlakukannya sebagai muslim.
Tapi dalam kondisi tertentu, pengumuman atas ke-Islaman diri itu tidak mutlak harus dilakukan. Misalnya seperti yang dahulu dialami oleh Rasulullah SAW dan para shahabat di masa awal dakwah, banyak diantara mereka yang merahasiakan ke-Islamannya. Namun syahadat mereka tetap syah dan mereka resmi dianggap sebagai muslim.
Di hari ini pun bila ada seserorang yang karena pertimbangan tertentu ingin merahasiakan keislamannya, maka dia sudah syah menjadi muslim dengan bersyahadat tanpa disaksikan siapapun. Dan sejak itu dia terhitung mulai menjadi muslim yang punya kewajiban shalat, puasa, zakat dan lain-lain.
Syahadatain itu tidak mensyaratkan harus dilakukan di depan imam, tokoh, kiayi atau ulama. Tanpa adanya kesaksian mereka pun syahadat itu sudah syah dan dia sudah menjadi muslim dengan sendirinya.
Untuk Menjadi Orang Beriman Tidak Perlu Minta Izin
Untuk menjadi hamba Allah SWT dan beriman kepada Rasulullah SAW, tidak perlu minta izin kepada makhluq Allah. Sebab beriman itu adalah hak sekaligus kewajiban seorang makhluq. Urusan mau beriman, kenapa harus minta izin segala ?
Bahkan kalau kita buka kitab Al-Quran, orang yang terkenal suka bikin peraturan bagi orang yang mau beriman agar minta izin terlebih dahulu adalah Fir�aun. Fir�aun akan mempertanyakan mengapa orang-orang jadi beriman tanpa minta izin dahulu kepadanya. Seolah-olah dia merasa punya hak untuk meregistrasi orang-orang mau masuk jadi kelompok mu�minin. Padahal untuk urusan seperti ini, Allah SWT tidak pernah �buka cabang atau outlet�. Juga tidak pernah membuka �agen yang menjual tiket� untuk masuk Islam.
Fir’aun berkata: “Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, sesungguhnya adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan mengetahui(QS.Al-Araf : 132 )
Syahadat Bukan Akad Nikah
Syahadat itu tidaklah harus disaksikan sebagaimana sebuah akad nikah yang menjadi tidak syah apabila tidak ada saksinya (nikah sirri). Bila seorang telah meyakini Islam sebagai agamanya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, secara otomatis dia adalah seorang muslim. Dan di atas pundaknya telah berlaku beban sebagaimana seorang muslim lainnya. Tidak perlu baginya untuk mencari orang lain atau mengadakan sebuah seremoni masuk Islam dengan menghadirkan para saksi melihat dia mengucapkan dua kalimat syahahat.
Jadi bila di tengah hutan belantara yang tidak ada manusianya, seseorang yang tadinya nasrani, majusi atau yahudi dan bahkan dari kepercayaan dan religi manapun bisa saja masuk Islam begitu saja. Kalau dia masuk ke tengah peradaban masyarakat maka cukuplah dia mengaku sebagai muslim, shalat di masjid dan melakukan semua kewajiban sebagai muslim. Dia tidak perlu melakukan syahadat ulang di hadapan para saksi. Tidak perlu menandatangani surat bermaterai untuk menyatakan diri sebagai muslim.
Bagaimana kalau dia murtad dan keluar dari Islam ? Dalam hukum Islam, seorang muslim yang jelas melakukan perbuatan yang mengantarkannya kepada kemurtadan harus diperiksa dan dimintai keterangan secara syah oleh mahkamah syariah (pengadilan). Bila ternyata dia benar-benar secara sadar menyatakan diri keluar dari Islam, maka dia diminta untuk bertobat dan kembali ke dalam ajaran Islam. Tapi bila tetap bersikeras untuk keluar dari ISlam, maka hukumannya adalah dibunuh. Untuk masuk Islam seseroang bisa dengan mudah melakukannya, tapi untuk bisa dianggap keluar dari Islam, perlu ada ‘persaksian’ di dalam sebuah mahkamah syariah.
Rukun Islam Ada lima
Kita meyakini bahwa Islam dibangun di atas lima rukun: Syahadat Laa Ilaaha Illallaah (tiada tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah) dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadlan dan berhaji ke Baitullah.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: Syahadat bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berhaji, dan berpuasa Ramadlan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Imam al-Bukhari membuat judul bab untuk hadits ini dalam Shahihnya, “Bab Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam Buniyal Islam ‘ala khamsin (Islam dibangun di atas lima perkara). Seluruh umat telah sepakat atasnya dan wajib mengetahuinya.
Dua Kalimat Syadahat
Kita bersaksi atas keesaan Allah Ta’ala dan bersaksi juga atas kerasulan Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.
Sesungguhnya Allah telah bersaksi atas keesaan diri-Nya sendiri. Begitu juga para malaikat dan ahli ilmu dari kalangan manusia menyatakan hal serupa. Allah Ta’ala berfirman,
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 18)
Allah telah memerintahkan kepada Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wasallam –dan umat beiau masuk di dalamnya- untuk mengetahui dan meyakini bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Keyakinan ini tidak boleh tercampuri keraguan sedikitpun. Allah Ta’ala berfiman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah.” (QS. Muhammad: 19)
Allah telah melarang menduakan-Nya dalam urusan beribadah dan memerintahkan agar takut hanya kepada-Nya. Allah berfirman,
وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".” (QS. Al-Nahl: 51)
Allah telah menyatakan bahwa orang yang mengatakan adanya tiga tuhan (trinitas) sebagai orang kafir. Dan Allah menyatakan hanya ada satu tuhan yang sebenarnya. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.” (QS. Al-Maidah; 73)
Allah mengabarkan bahwa berbilangnya jumlah tuhan akan menyebabkan rusaknya langit dan bumi. Dia berfirman,
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آَلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Anbiya’: 22)
Allah juga menjelaskan, berbilangnya jumlah tuhan menyebabkan pertikaian. Dan pastinya setiap tuhan akan membanggakan ciptaannya sendiri, sebagiannya pasti juga akan berusaha mengungguli yang lain. Dan ini menjadi biang kerusakan di langit dan bumi. Sedangkan Allah –Tuhan semesta alam- menyucikan diri-Nya dari semua itu.
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,” (QS. Al-Mukminun: 91)
Sedangkan kesaksian Allah terhadap kerasulan Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wasallam, terdapat dalam firman-Nya,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29)
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Allah berbicara kepada Rasul-Nya,
وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (QS. Al-Nisa’: 79)
Kedudukan Syahadain Dalam Islam
Kita meyakini bahwa dua kalimat syahadat merupakan kewajiban pertama atas orang-orang mukallaf dan menjadi materi dakwah pertama yang diserukan kepada umat manusia. Mengikrarkan dua kalimat syahadat ini dengan penuh pembenaran dan ketundukan menetapkan hukum Islam (menjadi muslim) di dunia. Sedangkan di akhriat, selamat dari tinggal kekal di neraka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ لَمْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِنَّا أَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ سَعِيرًا
Dan barang siapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala.” (QS. Al-Fath: 13) Sedangkan iman tidak sempurna kecuali dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat, dan Islam tidak sah kecuali dengan keduanya.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
Jika mereka bertobat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. Al-Taubah; 11)
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ
Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.” (QS. Al-Taubah: 5)
Allah menjelaskan dalam ayat di atas bahwa ukhuwah dalam Islam dan jaminan terjaganya darah dan harta ditetapkan dengan taubat dari kesyirikan, yakni dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Lalu ditambah dengan melaksanakan tuntutan ikrar ini berupa shalat dan zakat.
. . . Iman tidak sempurna kecuali dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat, dan Islam tidak sah kecuali dengan keduanya.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa dakwah kepada tauhid merupakan materi pertama yang harus disampaikan kepada non-muslim. Karenanya beliau berpesan kepada Mu’adz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari Ahli Kitab, hendaknya yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallaah. Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, kabarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari orang-orang kayanya dan diberikan kepada para fuqara’nya.” (Muttafaq ‘alaih)
Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam juga telah menjelaskan bahwa mengikrarkan tauhid akan melindungi darah dan harta selama di dunia. Sedangkan yang berkaitan dengan niat dan amalan batin maka Allah sendiri yang akan menghisabnya. Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah dan kufur terhadap segala yang diibadahi selain Allah, sungguh Allah telah mengharamkan darah dan hartanya. Sedangkan hisabnya menjadi tugas Allah.” (HR. Muslim)
Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَإِذَا قَالُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Maka apabila mereka telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah berartt mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Sedangkan hisab (perhitungan) mereka menjadi tugas Allah.” (HR. Muslim)
Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
 “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat Laa Ilaaha Illallaah dan beriman terhadapku dan risalah yang aku bawa. Maka apabila mereka melaksanakan semua itu, sungguh telah terjaga darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Sedangkan hisab mereka menjadi tugas Allah.” (HR. Muslim)
Beliau juga menjelaskan bahwa meninggal di atas tauhid dan berlepas diri dari syirik, wajib masuk surga dan selamat dari kekal di neraka. Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“ . . . Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, tidaklah seorang hamba bertemu Allah dengan membawa keduanya tanpa ragu-ragu kecuali pasti masuk surga.” (HR. Muslim)
Siapa yang mati tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pasti masuk surga. Sedangkan siapa yang mati sedang ia menyekutukan Allah dengan sesuatu pasti masuk neraka.
(al-hadits)
Ketika beliau shallallaahu 'alaihi wasallam ditanya,  “Wahai Rasulullah, apa dua hal yang pasti? Beliau menjawab,
مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
Siapa yang mati tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pasti masuk surga. Sedangkan siapa yang mati sedang ia menyekutukan Allah dengan sesuatu pasti masuk neraka.” (HR. Muslim)

Terkadang kita lupa bahwa kewajiban menjalankan perintah dan
meninggalkan larangan adalah semasa telah baligh.

anak muslim ataupun anak non muslim di mata Islam adalah fitrah. Setelah
baligh, inilah yang menjadi persoalan.

Berkenaan hadits ... maka kedua orantuanyalah ..., kata di situ tertulis
kata aba, bentuk jamak (plural) dari abun artinya bapak. Menurut Imam
Nawawi aba di sini bermakna miliu (lingkungan).

Sehingga suatu kewajaran ada sebuah kitab (ma'af saya terlupa akan hal
ini) berkenaan syahadat bagi anak keturunan Islam, itu tidak perlu jika
ia hidup dalam lingkungan sistem kekuasaan Islam. Yang jadi pertanyaan
dan renungan adalah bagaimana sistem kita hidup dan bagaimana
lingkungannya ?

Ikrar

Tentu kita sama-sama tahu, yang namanya iman salah satu komponennya
adalah iqrar bil lisan, di iqrarkan dengan lisan. Bukan dengan hati
(qalbun) sebab qalbun adalah tempatnya tashdiq (pembenaran) sebagaimana
kata nabi tashdiqu bil qalbi.

Sehubungan dengan iqrar maka berlakulah syarat dan rukun iqrar. Syarat
iqrar salah satunya adalah baligh. Maka tidak heran ibadah apapun baligh
menjadi suatu keharusan. Contoh haji, jika belum baligh ia naik haji
tetap wajib haji jika telah baligh, karena haji di waktu kecil belum
dianggap sebagai suatu nilai kewajiban.

syahadat ulang

Sebenarnya istilah syahadat ulang kurang tepat, sebab bagi orang yang
sudah bersyahadat tidak perlu lagi bersyahadat ulang, kecuali sudah
batal keislamannya atau sekedar memperbaharui iman. Karena dipahami
sebagai syarat masuk Islam, maka ketersinggungan merasa dikafirkan itu
yang dikedepankan.

Syahadat adalah rukun Islam bukan syarat Islam

Sering kita memahami syahadat adalah syarat Islam padahal syahadat
adalah satu rukun Islam. Kalau dipahami syarat Islam tentu suatu
kewajaran jika ada yang 'terkesan' di kafirkan. Tetapi jika kita
memahami bahwa syahadat adalah rukun Islam tentu akan berbeda. Karena
syarat dengan rukun memiliki perbedaan seperti wudhu dengan shalat.

Sama seperti haji, haji adalah rukun Islam, dan sepanjang pengetahuan
saya tidak ada yang belum menunaikan haji di kafirkan oleh yang sudah
haji. Begitu juga bagi yang bersyahadat dengan yang belum bersyahadat,
tidak ada pengkafiran terhadap yang belum bersyahadat khususnya bagi
anak keturunan muslim.


Bersyahadat dirahasiakan

Mungkin kita lupa, begitu pentingnya syahadat di iqrarkan, pada saat
paman Nabi Abdul Muthalib mau meninggal pun rasulullah memerlukan
diucapkan kalimat tersebut. Kalau mau main rahasia-rahasiaan tentu sudah
lama kita menganggap paman Nabi tersebut muslim juga melihat sepak
terjangnya dalam membantu dan melindungi Rasulullah.
Perhatikanlah kalimat Rasulullah, pada saat itu terhadap pamannya

Lalu apakah benar sahabat yang yang dirahasiakan keIslamannya tidak
bersyahadat dihadapan Rasulullah ?

Coba lihat sejarah keislamannya Umar bin khathab setelah bersyahadat ia
bersikap terang-terangan tidak seperti sahabat yang lain. Jadi kalau
kita melihat kasusnya seperti ini jelaslah apa yang dimaksud terang
dengan merahasiakan.

Al A'raf  172-173

Kalau kita mau jujur persaksian di alam sebelum kita lahir itu siapa
yang masih ingat ? Saya sudah banyak bertanya, siapa yang masih ingat
persaksian tersebut, kenyataannya kita semua lengah ...

Karena lengah itulah perlunya bersyahadat setelah baligh dimana akal dan
hati sudah bisa diajak berpikir untuk komitmen dengan konsekuensi
syahadatain atau menolak.

bersyahadat samakah dengan akad nikah ?

akad nikah, kata akad berasal dari kata aqod, sama dengan aqidah satu
asal kata, aqoda - ya'qidu - aqidatan. Ikatan tali yang kuat. dan alat
untuk mengikat tersebut itulah iqrar. Makanya proses bersyahadat, nikah,
bai'at banyak persamaan dengan rukun iqrar. Coba bukalah bab iqrar kitab
al-umm karya imam Syafe'i atau karya ulama-ulama lainya berkenaan iqrar,
perhatikanlah persamaannya.


Komitmen

Syahadat merupakan perjanjian untuk berkomitmen memperjuangkan panji
syahadah. Antara kedua pemahaman bersyahadat perlukah di iqrarkan atau
tidak, perlukah ada saksi atau tidak. Pada dasarnya adalah komitmen.
Jika tanpa perlu bersyahadat bagi anak muslim asal dia benar-benar
komitmen terhadap islam tentu tak ada perbedaan dengan yang bersyahadat
asal dia juga komitmen. Yang jadi masalah adalah membangun komitmen itu
sendiri.

Perlu atau tidak bersyahadat bagi anak keturunan muslim jika telah
baligh ?

Kita sudah dewasa untuk mengambil sikap mana yang terbaik, perlu
bersyahadat atau tidak bagi anak keturunan muslim. Pokok yang paling
penting, mari kita sama-sama berkomitmen dalam memperjuangkan Islam
sampai tegak. Qs. 9 : 24

wassalam

anut

--- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "Ahmad Wanto" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
>
> Semua Orang pada Dasarnya Sudah Muslim
>
> Setiap orang yang lahir di muka bumi ini pada dasarnya adalah muslim,
> sehingga tidak perlu melakukan syahadat ulang. Dalam aqidah Islam,
tidak
> ada orang yang lahir dalam keadaan kafir. Sebab jauh sebelum bayi itu
> lahir, Allah SWT telah meminta mereka untuk berikrar tentang masalah
> tauhid, yaitu mengakui bahwa Allah SWT adalah tuhannya.
>
> Di dalam Al-Quran Al-Kariem, hal ini ditegaskan sehingga tidak ada
alasan
> untuk mengatakan bahwa bayi lahir itu dalam keadaan kafir.
>
> Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
> mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, "Bukankah
Aku
> ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul, kami menjadi saksi." agar di
hari
> kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang
> lengah terhadap ini. " (QS Al-A'raf: 172 )
>
> Selain itu, Rasulullah SAW juga telah bersabda bahwa setiap manusia
itu
> lahir dalam keadaan fitrah. Dan makna fitrah itu adalah suci, lawan
dari
> kufur dan ingkar kepada Allah SWT. Barulah nanti kedua orang tuanya
yang
> akan mewarnai anak itu dan menjadikannya beragama selain Islam.
Misalnya
> menjadi Nasrani, Yahudi atau Majusi.
>
> Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak
> dilahirkan dalam keadaan fitrah, kecuali orang tuanya yang
menjadikannya
> Yahudi, Nasrani atau Majusi." (HR Bukhari 1296)
>
> Maka anak-anak yang beragama non Islam itu pada dasarnya adalah anak
> korban pemurtadan dari orang tuanya. Sebab pada dasranya anak itu
muslim
> sejak dari perut ibunya. Dan lahir dalam keadaan fitrah yang berarti
> muslim.
>
> Sedangkan bila orang tuanya muslim, maka tidak ada proses pengkafiran.
Dan
> karena itu tidak ada kewajiban untuk masuk Islam dengan berikrar
> mengucapkan dua kalimat syahadat.
>
> Orang Masuk Islam
>
> Seorang yang lahir dalam keadaan bukan muslim, ketika sadar dan ingin
> masuk Islam, maka cukuplah baginya untuk mengucapkan dua kalimat
syahadat
> pada dirinya sendiri. Di dalam hatinya itu dia mengingkarkan bahwa
dirinya
> menyatakan tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT.
Juga
> mengikrarkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul-Nya.
>
> Adapun syahadat itu harus disaksikan oleh orang lain, sama sekali
bukan
> merupakan syarat sahnya syahadat itu sendiri. Meski banyak para
shahabat
> Nabi SAW ketika masuk Islam yang datang menemui beliau, bukan berarti
> syarat masuk Islam itu harus berikrar di muka orang lain.
>
> Tindakan mereka sekedar menegaskan secara formal bahwa dirinya sudah
masuk
> Islam, serta menyatakan ikrar untuk membela dan memperjuangkan agama
Allah
> SWT.
>
> Banyak di antara shahabat yang ketika masuk Islam pertama kali tidak
di
> hadapan beliau SAW. Ikrar atas syahadat maknanya adalah mengumumkan
kepada
> khalayak bahwa dirinya kini telah berganti agama dari non muslim
menjadi
> muslim. Ikrar ini berfungsi untuk merubah pandangan umum sehingga
mereka
> bisa memperlakukannya sebagai muslim.
>
> Namun dalam kondisi tertentu, pengumuman atas ke-Islaman diri itu
tidak
> mutlak harus dilakukan. Misalnya seperti yang dahulu dialami oleh
> Rasulullah SAW dan para shahabat di masa awal dakwah, banyak di antara
> mereka yang merahasiakan ke-Islamannya. Namun syahadat mereka tetap
syah
> dan mereka resmi dianggap sebagai muslim.
>
> Di hari ini pun bila ada seserorang yang karena pertimbangan tertentu
> ingin merahasiakan ke-Islamannya, maka dia sudah syah menjadi muslim
> dengan bersyahadat tanpa disaksikan siapapun. Dan sejak itu dia
terhitung
> mulai menjadi muslim yang punya kewajiban shalat, puasa, zakat dan
> lain-lain.
>
> Syahadatain itu tidak mensyaratkan harus dilakukan di depan imam,
tokoh,
> kiayi atau ulama. Tanpa adanya kesaksian mereka pun syahadat itu sudah
> syah dan dia sudah menjadi muslim dengan sendirinya.
>
> Untuk Menjadi Orang Beriman Tidak Perlu Minta Izin
>
> Untuk menjadi hamba Allah SWT dan beriman kepada Rasulullah SAW, tidak
> perlu minta izin kepada makhluq Allah. Sebab beriman itu adalah hak
> sekaligus kewajiban seorang makhluq.
>
> Urusan mau beriman kok harus minta izin segala? Yang terkenal suka
bikin
> peraturan bagi orang yang mau beriman agar minta izin terlebih dahulu
> adalah Firaun. Firaun akan mempertanyakan mengapa orang-orang jadi
beriman
> tanpa minta izin dahulu kepadanya. Seolah-olah dia merasa punya hak
untuk
> meregistrasi orang-orang mau masuk jadi kelompok mukminin. Padahal
untuk
> urusan seperti ini, Allah SWT tidak pernah 'buka cabang' atau 'outlet.
> Juga tidak pernah membuka 'agen yang menjual tiket' untuk masuk Islam.
>
> Fir'aun berkata: "Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi
izin
> kepadamu?, sesungguhnya adalah suatu muslihat yang telah kamu
rencanakan
> di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka
kelak
> kamu akan mengetahui (QS.Al-Araf: 132 )
>
> Syahadat Bukan Akad Nikah
>
> Syahadat itu tidaklah harus disaksikan sebagaimana sebuah akad nikah
yang
> menjadi tidak syah apabila tidak ada saksinya (nikah sirri). Bila
seorang
> telah meyakini Islam sebagai agamanya dan mengucapkan dua kalimat
> syahadat, secara otomatis dia adalah seorang muslim.
>
> Dan di atas pundaknya telah berlaku beban sebagaimana seorang muslim
> lainnya. Tidak perlu baginya untuk mencari orang lain atau mengadakan
> sebuah seremoni masuk Islam dengan menghadirkan para saksi melihat dia
> mengucapkan dua kalimat syahahat.
>
> Jadi bila di tengah hutan belantara yang tidak ada manusianya,
seseorang
> yang tadinya nasrani, majusi atau yahudi dan bahkan dari kepercayaan
dan
> religi manapun bisa saja masuk Islam begitu saja.
>
> Kalau dia masuk ke tengah peradaban masyarakat maka cukuplah dia
mengaku
> sebagai muslim, shalat di masjid dan melakukan semua kewajiban sebagai
> muslim. Dia tidak perlu melakukan syahadat ulang di hadapan para
saksi.
> Tidak perlu menandatangani surat bermaterai untuk menyatakan diri
sebagai
> muslim.
>
> Bagaimana kalau dia murtad dan keluar dari Islam?
>
> Dalam hukum Islam, seorang muslim yang jelas melakukan perbuatan yang
> mengantarkannya kepada kemurtadan harus diperiksa dan dimintai
keterangan
> secara syah oleh mahkamah syariah (pengadilan). Bila ternyata dia
> benar-benar secara sadar menyatakan diri keluar dari Islam, maka dia
> diminta untuk bertobat dan kembali ke dalam ajaran Islam. Tapi bila
tetap
> bersikeras untuk keluar dari ISlam, maka hukumannya adalah dibunuh.
Untuk
> masuk Islam seseroang bisa dengan mudah melakukannya, tapi untuk bisa
> dianggap keluar dari Islam, perlu ada 'persaksian' di dalam sebuah
> mahkamah syariah.

0 komentar: